“Udah pelajaran sekolah susah, anaknya susah dibilangin lagi.” Kalimat tersebut sering kali saya dengar selama pandemi covid 19. Kalimat yang merujuk pada keluhan orang tua dalam proses pembelajaran online. Bukan lagi suatu hal yang tabu, pandemi covid 19 telah menjadi momok yang merugikan negara di berbagai bidang. Sejak kasus positif covid 19 pertama di Indonesia pada bulan Maret 2020, masyarakat berada dalam bayang-bayang ketakutan terpapar virus yang begitu mematikan. Pemerintah pun segera mengeluarkan berbagai kebijakan untuk memutus rantai penyebaran covid 19, salah satunya dengan penerapan kegiatan online atau tatap muka.
Beberapa kegiatan yang dibatasi adalah pendidikan dan ekonomi yang berarti kedua pekerjaan tersebut dilakukan di rumah. Berakar dari kebijakan tersebut, Orang tua kini memiliki fungsi ganda yaitu sebagai pencari nafkah dan juga guru bagi anak mereka di rumah. Waktu, pikiran, dan tenaga adalah makanan sehari-hari orang tua di masa pandemi ini, belum lagi tambahan beban pikiran karena faktor lain seperti faktor sosial. Ketidaknyamanan yang terus-terusan menumpuk membuat kesehatan mental menurun, membuat tubuh bereaksi terhadap situasi yang tampak berbahaya atau sulit yang lebih dikenal dengan istilah stress.
Stress berdampak buruk bagi kesehatan mental terutama dalam pengolahan emosi. Orang yang sedang terkena stress akan mudah marah karena emosinya yang tidak stabil. Bila ditarik benang merah dari persitiwa ini, maka dampak stress pada orang tua akan sangat berpengaruh pada mental anak dalam menghadapi pandemi ini. Anak cenderung meniru perilaku orang tua dan lingkungan sekitarnya saat usia 6 sampai 12 tahun. Langkah awal mendidik anak dari orang tua sangat berpengaruh di masa pandemi ini. Hal ini bisa digambarkan seperti domino, orang tua – anak – lingkungan merupakan sebuah kesatuan yang saling terhubung. Bila orang tua mengedepankan emosi negatif dalam mendidik anak mereka, maka kepribadian anak akan menjadi tidak baik. Ini disebabkan karena perlakuan anak di lingkungan dipengaruhi oleh bagaimana ia diperlakukan di rumah.
”Sejatinya tidak ada yang jahat dari awal.” Kalimat itu dikutip dari buku The Lord Of The Rings karya JRR Tolkien. Kalimat tersebut menginspirasi saya untuk menjadi domino awal yang memberikan dampak baik kepada lingkungan sekitar sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan dan mengurangi beban stress orang tua serta anak. Saya menyadari untuk menjadi pioner dalam berbagi kebaikan, saya haruslah terlebih dahulu paham apa makna berbuat baik yang sebenarnya. Dalam Islam, konsep berbuat baik banyak sekali contohnya, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Saya mengambil salah satu pengertian dari ihsan yang berarti mencurahkan kebaikan kepada hamba-hamba Allah dengan harta, ilmu, kedudukan dan badannya. Bertolak dari pengertian itulah timbul semangat untuk menebar kebaikan di tengah pandemi ini.
Sebelum saya membuat sebuah program, saya mencoba menahan diri dan berpikir secara kritis tentang peran apa yang dapat saya lakukan. Saya adalah mahasiswa Sastra Indonesia semester 3 di Universitas Negeri Yogykarta. Di mata kuliah yang saya tampu terdapat ilmu literasi dan juga pendidikan. Maka dari situlah saya bersama teman-teman, membuat sebuah komunitas bernama Negeri Literasi Yogykarta yang bertujuan membantu anak-anak dalam hal pembelajaran sekolah, terutama literasi.
Negeri Literasi yang saya gagas sebetulnya sudah ada sejak tahun 2019. Yaitu saat saya masih duduk di bangku SMA dan berlokasi di Kota Purwokerto sesuai tempat tinggal saya saat itu. Namun karena pandemi, kegiatan sempat dihentikan dan tidak aktif. Setelah berdiskusi kembali bersama teman-teman yang ada di Yogyakarta, saya memutuskan untuk kembali mendirikan negeri literasi yang berfokus pada kegiatan literasi anak yang belum mempunyai fasilitas membaca. Bentuk dari kegiatan ini adalah membagikan buku kepada sekolah atau desa yang masih belum mempunyai fasilitas membaca. Selain membagikan buku kita juga belajar bersama. Membaca dan menghitung yang dibungkus dengan suasana yang menyenangkan. Harapan dari kegaiatan ini adalah memberikan semangat positif bagi anak-anak dan lingkungan belajar yang menyenangkan supaya menimbulkan efek domino yang berkualitas.
Saya menyadari, peran saya sebagai mahasiswa sastra untuk berperan aktif dalam kegiatan bermasyarakat. Saya berfokus kepada perkembangan anak yang kelak dari merekalah lahir generasi unggul yang mempunyai manfaat bagi bangsa dan negara. Selain mendirikan negeri literasi, saya juga aktif menyuarakan ide-ide saya lewat media dan juga berbagai perlombaan terutama tentang tulisan anak-anak. Dengan menyuarakan gagasan dan juga terjun langsung ke tengah masyarakat, membuat kita lebih mengerti dan paham apa makna dari ihsan sesungguhnya.
Tentunya banyak pihak yang juga tengah berjuang bersama memaknai ihsan sesuai dengan bidangnya. Nurul Hayat merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat yang memfasilitasi pemuda untuk menyuarakan gagasan dan pendapat mereka tentang kondisi yang tengah terjadi. Dengan mengambil tema “Berbagi Kebaikan di Tengah Pandemi” selaras dengan misi saya untuk mendalami makna ihsan dengan kegiatan bermasyarakat. Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Nurul Hayat yang telah menjadi wadah untuk menyampaikan tulisan saya. Besar harapan tulisan ini dapat menginspirasi orang-orang di tengah pandemi untuk membuat efek domino yang positif.
Penulis: Zain Fauzan Naufal – Juara Harapan 2 Lomba Menulis “Kebaikan di Tengah Pandemi”