Hukum Pinjaman Online Haram Fatwa MUI

Hukum Pinjaman Online Haram Fatwa MUI

Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke-7 yang digelar pada 9-11 di Jakarta, resmi ditutup Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas pada Kamis (11/11). Salah satunya membahas tentang hukum pinjaman online yang lagi marak di Indonesia.

Ijtima Ulama diikuti oleh 700 peserta. Peserta terdiri dari unsur Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Pusat, anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, pimpinan komisi/badan/lembaga di MUI Pusat.

Selain itu, dalam pertemuan itu dihadiri pimpinan MUI Provinsi, pimpinan Komisi Fatwa MUI Provinsi, pimpinan Majelis Fatwa Ormas Islam, pimpinan pondok pesantren, pimpinan Fakultas Syariah/IAIAN/PTKI di Indonesia.

Hukum pinjaman online

Praktik pinjaman online yang dimaksud MUI haram itu yakni berbasis bunga di kemudian hari dengan syarat meminjam tanpa jaminan waktu.

Cholil mengatakan, cara-cara pinjaman online dengan menambah utang dan waktu ketika sang peminjam itu tidak dibenarkan. Bahkan sang peminjam yang tak mampu membayar ada yang dilaporkan kepada orang terdekat dengan cara tidak baik.

“Jadi kadang juga memberikan pinjaman tanpa mengukur kemampuan bayar tanpa juga ada jaminan tetapi yang penting bisa mereka membayar bunga bahkan mungkin minjam Rp1 juta hanya yang diterima Rp800 itu sudah riba. Riba nasi’ah namanya,” kata dia.

Baca Juga : Hukum Cryptocurrency Fatwa MUI 2021

Cholil menjelaskan dalam hadist nabi dijelaskan orang yang meminjamkan sesuatu uang lalu dia ada tambahan setiap waktunya ada manfaat yang lebih dengan membayarnya maka ia riba. “Allah menghalalkan baik dan mengharamkan riba. Menghalalkan baik jual beli dan mengharamkan riba,” tukas dia.

Oleh sebab itu, Cholil mendukung penindakan hukum terhadap praktik pinjaman online tersebut. “Ya ditertibkan khususnya yang ilegal-ilegal itu. Kalo yang ilegal kan tinggal ditakedown oleh OJK tinggal dicabut izinnya kan. Ini yang banyak kan ilegal-ilegal tentu polisi saya rasa lebih tahu bagaimana itu ngejar yang ilegalnya. Dari sisi izin aja enggak boleh apalagi ini mereka melakukan yang haram,” pungkasnya.

Ketentuan Hukum Pinjaman Online Fatwa MUI

Dalam pertemuan rutin MUI Ada 17 poin bahasan salah satunya adalah hukum pinjaman online (pinjol) sebagai berikut:

  1. Pada dasarnya perbuatan pinjam meminjam atau hutang piutang merupakan bentuk akad tabarru’ (kebajikan) atas dasar saling tolong menolong yang dianjurkan sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah.
  2. Sengaja menunda pembayaran hutang bagi yang mampu hukumnya haram.
  3. Memberikan ancaman fisik atau membuka rahasia (aib) seseorang yang tidak mampu membayar hutang adalah haram. Adapun memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran hutang bagi yang mengalami kesulitan, merupakan perbuatan yang dianjurkan (mustahab).
  4. Layanan pinjaman baik offline maupun online yang mengandung riba hukumya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan.

Atas dasar hasil pembahasan, Ijtima Ulama merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo, POLRI, dan OJK hendaknya terus meningkatkan perlindungan kepada masyarakat dan melakukan pengawasan serta menindak tegas penyalahgunaan pinjaman online atau finansial technologi peer to peer lending (fintech lending) yang meresahkan masyarakat.
  2. Pihak penyelenggara pinjaman online hendaknya menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman dalam semua transaksi yang dilakukan.
  3. Umat Islam hendaknya memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah.

Baca Juga: Cara menghitung zakat mal

Ijtima’ ulama ini dijelaskan oleh Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis, Sabtu (20/11/2021). Cholil memberikan penjelasan tentang apa yang disebut riba. “Jadi, yang memenuhi syarat riba itu ada dua. Ada riba fadhl, ada riba nasiah. Riba fadhl itu dalam bentuk yang sama, kemudian ditukar dengan jumlah yang lebih besar. Uang Rp 100.000, umpamanya, ditukar dengan Rp 90.000, Rp 5.000,” kata Choli.

Riba semacam itu, kata dia, jarang ditemukan dalam kasus kredit online. Riba dalam pinjol adalah riba nasiah. “Riba yang terjadi secara online biasanya adalah riba nasiah. Bertambahnya uang, utang, karena bertambahnya waktu, itu adalah riba nasiah. Kita meminjam sesuatu berdasarkan waktu dan bertambah kewajiban bayar yang lebih besar,” jelas dia.

Cholil mengatakan, inilah yang menyebabkan pinjol dengan sistem non-syariah tidak diizinkan atau diharamkan oleh MUI. Ketetapan ini berlaku untuk semua penyelenggara pinjol, termasuk pinjol yang sudah tercatat di OJK sekalipun.

Meski demikian, keputusan diserahkan kepada masing-masing individu apakah akan memilih pinjol atau turut mempertimbangkan aspek haram/halalnya secara agama. “Soal pinjaman yang sesuai syariah dan yang konvensional di dalam UU kita, masyarakat dapat memilihnya,” kata Cholil.

zakatkita org

Copyright © 2001-2023 Yayasan Yay. Nurul Hayat Surabaya