Tentu masih membekas diingatan kita bersama, bagaimana gempa yang begitu dahsyat mengguncang Pulau Bawean. Gempa yang terjadi pada hari Jumat, 22 Maret 2024 tersebut mengakibatkan kerusakan yang luar biasa. Rumah, masjid/musholla, sekolah, rumah sakit, hingga kantor desa rusak akibat guncangan gempa. Masyarakat setempat terpaksa mengungsi karena rumah mereka roboh sepenuhnya atau separuh roboh. Sampai saat tulisan ini dibuat, masih banyak masyarakat yang belum bisa kembali tinggal di rumah.
“Tiga bulan lebih pasca gempa bumi, warga Bawean masih banyak yang tinggal di tenda yang terbuat dari terpal, karena rumah mereka roboh sepenuhnya atau setengah roboh. Mereka takut kembali ke rumah,” tutur Dwi Yanto, relawan LAZNAS Nurul Hayat yang terjun langsung ke lokasi terdampak gempa bumi Bawean.
Melihat kondisi tersebut, tim LAZNAS Nurul Hayat terpanggil untuk membangun hunian bagi warga yang terdampak gempa bumi Bawean, dengan menghadirkan Program Griya Cahaya Hidup (GCH).
“Konsep bangunan Griya Cahaya Hidup ini kami sebut rumah daur ulang. Jadi, sebagian bahan yang ada di rumah lama, kami pergunakan kembali. Daun pintu, daun jendela dan sebagainya, yang masih bisa dipakai, kami pakai untuk bangunan baru. Selain itu, kami juga support bahan-bahan lainnya seperti batu bata, pasir, bedek dan kayu rangka. Untuk kayu rangka kami menggunakan kayu dari pohon kelapa atau kayu glugu, karena di Bawean banyak sekali kayu jenis tersebut,” imbuh Dwi.
Dwi Yanto menambahkan, setiap proses pembangunan Griya Cahaya Hidup selalu melibatkan masyarakat setempat. Mulai dari proses awal yakni perataan tembok yang setengah runtuh hingga proses pembangunan rumah, masyarakat setempat bergotong royong sesuai kelompoknya masing-masing. Untuk pembagian kelompok, masyarakat dibagi sesuai dengan dusunnya masing-masing yakni Dusun Prapat Tunggal, Dusun Bangsal, Dusun Pamasaran, Dusun Rabah dan Dusun Suwari Barat.
“Untuk pembangunannya sudah dimulai sejak 3 Juli 2024. Diawali dengan pembangunan rumah contoh. Griya Cahaya Hidup ini sendiri dibangun di empat desa yakni Desa Plumpang Gubuk, Desa Deket Agung, Desa Suwari dan Desa Lebak. Total ada 27 Griya Cahaya Hidup yang dibangun dan ditargetkan selesai pada awal bulan September. Nantinya pembangunan Griya Cahaya Hidup ini akan selesai bersama-sama. Sehingga warga bisa memasuki rumah baru ini bersama-sama pula,” terang Dwi Yanto.
Masyarakat terdampak gempa bumi Bawean, menyambut antusias pembangunan Griya Cahaya Hidup ini. Mereka sangat senang dan berterima kasih karena sudah tiga bulan lebih mereka tinggal di tenda terpal yang mana saat siang hari terasa sangat panas.
“Dengan adanya program Griya Cahaya Hidup ini, kami berharap masyarakat yang terdampak gempa bumi Bawean bisa mendapatkan rumah yang layak huni. Kami juga berharap ke depan bisa lebih banyak membantu, karena di sana masih banyak masyarakat yang membutuhkan bantuan dari kita semua,” jelas Dwi.
Selain membangun Griya Cahaya Hidup, LAZNAS Nurul Hayat juga memulai program mitigasi bencana yaitu sosialisasi SPAB (Satuan Pendidikan Aman Bencana) di beberapa sekolah dan madrasah. Alhamdulillah, saat ini sudah ada empat satuan pendidikan yang telah terfasilitasi dengan beberapa materi SPAB. Materi yang diberikan antara lain: Pengantar SPAB, penilaian risiko bencana dan simulasi respon darurat gempa.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada seluruh sahabat sejuk Nurul Hayat yang telah membantu masyarakat yang terdampak gempa bumi Bawean, sejak fase tanggap darurat hingga pembangunan Griya Cahaya Hidup ini. Semoga apa yang sahabat sejuk berikan, mendapat balasan berlipat ganda dari Allah ﷻ. Aamiin ya Rabbal Alamiin.
Mohon dan doa dan dukungan, semoga pembangunan Griya Cahaya Hidup diberikan kemudahan dan kelancaran sehingga masyarakat di sana bisa segera kembali ke rumah dan bisa beraktivitas sebagaimana kala.