Menjadi orangtua otomatis menjadikan kita sebagai pendidik. Tak lain karena kita harus mendidik anak-anak yang telah diamanahkan Allah ﷻ kepada kita dengan sebaik-baiknya.
Terdapat karakter-katakter mendasar bagi orangtua agar menjadi pendidik sukses. Hal ini dijelaskan oleh DR. Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid dalam bukunya Manhaj at Tarbiyah an Nabawiyyah lith Thifl. Berikut ini adalah karakter-karakter yang seharusnya dimiliki oleh seorang pendidik. Semoga Allah ﷻ memberikan taufik kepada kita semua agar dapat memiliki sifat-sifat tersebut:
Pertama, Tenang dan Tidak Terburu-buru
Rasulullah ﷺ bersabda kepada Asyaj bin Abdil Qais, “Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua perkara yang dicintai Allah ﷻ: tenang dan tidak terburu-buru.”
Kedua, Lembut dan Tidak Kasar
Diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah RA: Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Lembut dan menyukai kelembutan. Dia memberi atas kelembutan apa yang tidak Dia beri atas kekasaran dan lainnya.” Juga dari Aisyah RA: Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Lembut dan menyukai kelembutan dalam perkara apapun” Muttafaqun ‘alayh.
Diriwayatkan oleh Ahmad dari Aisyah RA: Bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya, “Wahai Aisyah, bersikaplah lembut, karena sesungguhnya Allah apabila menghendaki kebaikan pada suatu keluarga, Dia ilhamkan kelembutan kepada mereka.”
Ketiga, Hati yang Penyayang
Dari Abu Sulaiman Malik bin Huwairits RA, ia berkata, “Kami datang menghadap Rasulullah ﷺ. Saat itu kami masih muda-muda dan berusia sebaya. Kami tinggal bersama beliau selama dua puluh malam. Rasulullah ﷺ adalah orang yang lembut dan penyayang. Beliau menyangka bahwa kami rindu kepada keluarga kami. Beliau bertanya kepada kami tentang keluarga yang kami tinggalkan, maka kami pun menceritakannya kepada beliau. Beliau bersabda, ‘Pulanglah kalian kepada keluarga kalian dan tinggallah bersama mereka. Bimbinglah mereka dan berbuatlah baik kepada mereka. Shalatlah, shalat demikian pada waktu demikian dan shalat demikian pada waktu demikian. Apabila waktu shalat telah tiba, hendaknya salah seorang dari kalian mengumandangkan adzan dan orang yang tertua dari kalian bertindak sebagai imam’.” Muttafaqun ‘alayh.
Diriwayatkan oleh al-Bazzar dari Ibnu Umar RA: “Sesungguhnya setiap pohon selalu memiliki buah. Buah hati adalah anak. Sesungguhnya Allah tidak menyayangi orang yang tidak sayang kepada anaknya. Demi jiwaku yang berada di Tangan-Nya, tidak akan masuk surga selain orang yang penyayang.” Kami katakan, “Wahai Rasulullah, setiap kita menyayangi?” Beliau menjawab, “Bukanlah yang dimaksud dengan kasih sayang adalah seseorang menyayangi temannya. Yang dimaksud dengan kasih sayang adalah menyayangi seluruh umat manusia.”
Keempat, Memilih yang Termudah Selama Bukan Termasuk Dosa
Dari Aisyah RA, ia berkata: “Tidaklah Rasulullah ﷺ menentukan antara dua perkara melainkan beliau memilih yang termudah di antara keduanya selama bukan termasuk dosa. Apabila termasuk dosa, maka beliau menjadi orang yang paling menjauhinya. Tidaklah Rasulullah ﷺ marah untuk dirinya sendiri dalam masalah apapun kecuali apabila syariat Allah ﷻ dilanggar, maka beliau akan marah karena Allah ﷻ” Muttafaqun ‘alayh.
Kelima, Toleransi
Di sini perlu kita pahami dengan benar apa yang dimaksud dengan toleransi, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain dalam bentuk yang optimal. Bukan dalam pandangan yang sempit, sehingga maknanya bukan kelemahan dan kehinaan. Tetapi, maksudnya adalah memberi kemudahan sebagaimana yang diperbolehkan oleh syariat.
Dari Ibnu Mas’ud RA: Rasulullah ﷺ bersabda, “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang orang yang haram masuk neraka dan neraka haram atasnya? Setiap orang yang mudah, dekat, dan toleransi.” Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dengan komentar, “Hadits ini hasan.”
Keenam, Menjauhkan Diri dari Marah
Sesungguhnya kemarahan, fanatisme, dan rasialisme adalah sifat negatif dalam aktivitas pendidikan. Bahkan, demikian juga dalam sosial kemasyarakatan. Apabila seseorang dapat menahan amarahnya dan sanggup menguasai dirinya, maka itu adalah kebahagiaan baginya dan bagi anak-anaknya. Demikian juga sebaliknya.
Bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda, “Seseorang yang pemberani bukanlah orang yang pandai berkelahi. Orang yang pemberani adalah orang yang mampu menguasai diri ketika marah” Muttafaqun ‘alayh.
Ketujuh, Seimbang dan Profesional
Bersikap ekstrem adalah sifat yang tercela pada urusan apapun. Oleh karena itu, kita dapati Rasulullah ﷺ selalu suka bersikap proporsional dan seimbang dalam urusan tiang agama. Maka, bagaimana pendapat Anda pada urusan hidup lainnya yang antara lain adalah aktivitas pendidikan yang merupakan urusan terpenting.
Dari Abu Mas’ud ‘Uqbah bin Umar al-Badri RA: Seseorang datang menghadap Rasulullah ﷺ dan berkata, “Sesungguhnya aku akan terlambat shalat shubuh karena si fulan yang menjadi imam kami memanjangkan shalatnya.” Belum pernah aku melihat Rasulullah ﷺ marah dalam nasihatnya semarah hari itu. Beliau bersabda, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya di antara kalian ada orang-orang yang membuat lari orang lain. Siapa saja di antara kalian yang menjadi imam, hendaknya memendekkan shalatnya, karena sesungguhnya yang berdiri di belakangnya adalah orang tua, anak kecil dan orang yang sedang memiliki keperluan” Muttafaqun ‘alayh.
Kedelapan, Selingan dalam Memberi Nasihat
Banyak bicara seringkali tidak memberikan hasil apa-apa. Sebaliknya memberikan nasihat yang baik dengan jarang justru seringkali menghasilkan sesuatu yang besar dengan izin Allah ﷻ. Oleh karena itulah Imam Abu Hanifah RA menasihatkan kepada murid-muridnya dengan mengatakan, “Janganlah engkau ungkapkan pemahaman agamamu kepada orang yang tidak menginginkannya.”
Demikianlah. Semoga kita semua dimudahkan untuk menjadi orangtua sekaligus pendidik yang sukses, khususnya bagi anak-anak kita. Aamiin ya Rabbal alamiin.
Penulis: Hani Fatma Yuniar