Kewajiban Menjaga Ukhuwah Islamiyah

Kewajiban Menjaga Ukhuwah Islamiyah

Kewajiban Menjaga Ukhuwah Islamiyah – Di antara ajaran Al-Quran dan As-Sunnah adalah perintah mewujudkan dan menjaga ukhuwwah islamiah (persaudaraan Islam) dan larangan melakukan segala perbuatan dan perkataan yang dapat merusak ukhuwwah Islamiah. Maka, umat Islam wajib menjaga ukhuwwah islamiah dan haram merusak ukhuwwah islamiah.

Kewajiban Menjaga Ukhuwah Islamiyah – Ukhuwwah islamiah  sangat  penting dalam Islam. Oleh karena itu, ukhuwwah islamiah diperintahkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan ukhuwwah islamiah, maka akan terwujud persatuan umat Islam dan perdamaian dalam masyarakat. Dengan adanya persatuan, maka umat Islam menjadi umat yang kuat dan mulia seperti pada masa Nabi dan para sahabat.

Kewajiban Menjaga Ukhuwah Islamiyah – Para sahabat sangat peduli dan komitmen dengan ukhuwwah islamiah. Mereka saling mencintai, mengasihi, menghormati dan menghargai. Meskipun terkadang mereka berbeda pendapat, namun hal itu tidak membuat mereka saling benci, apalagi menyesatkan orang lain. Inilah sikap Ukhuwwah islamiah yang ditanamkan dan diajarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW kepada para sahabat sehingga umat Islam menjadi kuat dan berjaya pada masa sahabat.

Al-Quran dan as-Sunnah memerintahkan umat Islam untuk mewujudkan dan menjaga ukhuwwah islamiah dengan bersatu dalam aqidah Islam yaitu aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah, saling mencintai, membantu dan mengasihi saudaranya muslim. Sebaliknya, Al-Quran dan As-Sunnah melarang umat Islam merusak ukhuwwah islamiah dengan bercerai berai, berselisih, membuat konflik, membenci, mendengki, menfitnah, dan menyesatkan saudaranya muslim.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan bahwa umat Islam itu bersaudara dengan firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara.” (Al-Hujurat: 10). Begitu pula Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan bahwa umat Islam itu bersaudara dengan sabda beliau: “Seorang muslim itu bersaudara dengan muslim yang lainnya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Umat Islam wajib saling mencintai dan mengasihi saudaranya muslim. Bahkan mencintai dan mengasihi saudaranya muslim merupakan bukti kesempurnaan iman seseorang. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak beriman (secara sempurna) salah seorang di antara kalian sebelum ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Umat Islam wajib berlemah lembut dan berkasih sayang terhadap saudaranya muslim. Sebaliknya, umat Islam harus kuat,  berani dan tegas terhadap orang-orang kafir. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Muhammad itu utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (Al-Fath: 29). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “…yang bersikap lemah lembut terhadap orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir..” (Al-Maidah: 54).

Seorang muslim dilarang menyakiti dan menzhalimi saudaranya muslim. Perbuatan ini haram (dosa besar). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 58). Rasulullah SAW bersabda: “Seorang muslim itu bersaudara dengan muslim yang lainnya, maka tidak boleh menzhaliminya, tidak boleh membiarkannya teraniaya dan tidak boleh menghinanya” (HR. Muslim).

Seorang muslim tidak boleh mendengki, membenci dan memboikot saudaranya muslim. Perbuatan ini haram (dosa besar). Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kalian saling dengki, jangan saling membenci dan jangan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara” (HR. Muslim).

Seorang muslim tidak boleh mencaci dan mengumpat saudaranya muslim. Perbuatan tersebut haram (dosa besar). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan janganlah sebahagian kalian mengumpat sebagian yang lain. Apakah salah seorang di antara kalian suka makan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kalian merasa jijik.” (HR. Al-Hujurat: 12). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mencaci seorang muslim itu perbuatan kefasikan. Sedangkan membunuhnya perbuatan kekufuran.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Begitu pula seorang muslim tidak boleh menyesatkan saudaranya muslim tanpa ada dalil yang jelas dan shahih. Perbuatan tersebut haram (dosa besar). Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seseorang melemparkan tuduhan kepada orang lain dengan tuduhan kefasikan atau kekafiran melainkan tuduhan itu kembali kepadanya apabila yang dituduh ternyata tidak demikian.” (HR. Bukhari). Oleh karena itu, menuduh orang lain sesat tanpa ilmu atau dalil yang jelas dan shahih sama saja menyesatkan diri sendiri.

Umat Islam wajib bersatu dan saling menguatkan. Sebaliknya, umat Islam haram bercerai berai dan berselisih. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai..” (Ali Imran: 103). Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman: “Dan janganlah kalian menjadi orang-orang yang bercerai berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat.” (Ali ‘Imran: 105). Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya seperti sebuah bangunan, di mana sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “..Dan janganlah kalian berselisih, yang menyebabkan kalian menjadi gentar dan kekuatan kalian hilang..” (Al-Anfal: 46)

Umat Islam wajib saling membantu dan mengasihi sesama saudaranya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan tolong menolonglah kalian dalam (berbuat) kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kalian tolong menolong dalam (berbuat) dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah: 2). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda: “Allah akan memberikan pertolongan kepada seorang hamba selama ia menolong saudaranya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bahkan Rasulullah menggambarkan ukhuwah Islamiah sesama muslim itu bagaikan satu tubuh. Rasul saw bersabda: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kecintaan, kasih sayang, kelembutan mereka seperti satu badan. Jika salah satu anggota badan sakit, maka anggota badan lainnya juga ikut merasakan sakit.” (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Sungguh seorang mukmin bagi mukmin yang lain berposisi seperti kepala bagi tubuh. Seorang mukmin akan merasakan sakitnya mukmin yang lain seperti tubuh ikut merasakan sakit yang menimpa kepala”. (HR. Ahmad).

Demikianlah ajaran-ajaran Alqur’an dan As-Sunnah yang memerintahkan (mewajibkan) kita umat Islam untuk mewujudkan dan menjaga ukhuwwah islamiah dengan bersatu, saling mencintai, mengasihi, menolong, menghargai, menghormati, toleransi dan sebagainya. Sebagaimana Al-Quran dan As-Sunnah melarang (mengharamkan) kita merusak ukhuwwah islamiah dengan memaksa pendapat, berpecah belah, berselisih, menyakiti, menzhalimi, memprovokasi, menfitnah, mendengki, membenci dan menyesatkan saudaranya muslim.

Sudah sepatutnya kita umat Islam bersatu dan berukhuwwah sebagaimana perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Berukhuwah dan bersatu dalam manhaj sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan ajaran yang mulia dari Allah. Jangan mau diadu domba dengan isu radikalisme dan kebencian yang diciptakan musuh-musuh Islam dari Syi’ah, Barat dan liberal untuk menghancurkan Islam dan umat Islam. Bagaimanapun juga, jika ada terjadi perbedaan pendapat atau khilafiah di antara sesama umat Islam, maka kita wajib kembalikan kepada Alquran dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman para ulama salaf dari para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Ukhuwwah islamiah dan persatuan umat Islam harus dikedepankan sesuai dengan perintah agama. Perbedaan pendapat wajib disikapi dengan saling toleransi dan menghormati pendapat yang berbeda. Semoga kita termasuk orang-orang yang taat kepada Allah Swt dan Rasul-Nya dengan mewujudkan dan menjaga ukhuwah islamiah serta meninggalkan perbuatan dan ucapan yang bisa merusak ukhuwwah islamiah dan memecah belah persatuan umat Islam.

Pentingnya Tabayyun Dalam Islam

Pentingnya Tabayyun Dalam Islam

Pentingnya Tabayyun Dalam Islam – Secara bahasa, tabayyun berarti mencari fakta tentang sesuatu hingga jelas dan benar keadaannya. Sedangkan secara istilah makna tabayyun adalah meneliti dan menyeleksi berita maupun informasi yang diperoleh, tidak tergesa-gesa dalam memutuskan perihal hukum, kebijakan dan sebagainya.

Pentingnya Tabayyun Dalam Islam – Tabayyun atau verifikasi merupakan ajaran penting dalam agama Islam yang harus kita amalkan agar sebisa mungkin terhindar dari fitnah.

Perkembangan zaman sekarang ini sudah semakin canggih saja. Hampir semua informasi bisa kita dapatkan melalui teknologi. Tambah lagi kehadiran sosial media saat ini juga beragam. Bahkan informasi valid sekalipun, bisa kita dapatkan dari media sosial tersebut. Namun, penting juga untuk kita menyaringnya kemudian, mencari kebenarannya terlebih dahulu.

Jangan terburu-buru untuk menyebarkan. Sehingga mengakibatkan banyak hal yang tidak diinginkan. Peristiwa tersebut juga merusak ukhuwah. Tabayyun harus diterapkan di masa yang serba online, supaya tidak terkecoh berita bohong.

Tabayyun sendiri juga termasuk dalam akhlak mulia, karena mempunyai prinsip penting dalam menjaga kemurnian ajaran agama Islam serta menjaga keharmonisan dalam pergaulan.

Demi kehati-hatian tersebut, Allah dengan tegas memerintahkan bertabayyun dalam firmannya yang berbunyi:

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang padamu, orang fasiq membawa kabar berita maka bertabayyunlah (periksalah dengan teliti!) agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” (QS. al-Hujurat:6)

Di ayat yang lain di dalam surat yang sama Allah melanjutkan pesannya sebagai berikut,

“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima tobat dan Maha Penyayang” (QS. al-Hujurat:12).

Kehidupan bermasyarakat tidak lekang dari isu, gosip sampai adu domba antar manusia. Keadaan ini diperkeruh oleh adanya sekelompok masyarakat menjadikan gosip dan `aib serta `aurat (kehormatan) orang lain sebagai komoditas perdagangan untuk meraup keuntungan dunia. Bahkan untuk tujuan popularitas ada yang menjual gosip yang menyangkut diri dan keluarganya.

Sikap tabayyun perlu ditanamkan dalam diri seorang Muslim. Ketika menerima berita, hendaknya seorang Muslim mencari kebenarannya terlebih dahulu. Dan sebelum membagikannya, pastikan informasi tersebut harus bisa dipertanggungjawabkan terlebih dahulu. Jangan sampai informasi yang disampaikan dapat menimbulkan masalah di kemudian hari.

Membiasakan diri bersikap tabayyun bisa dimulai dengan melakukan riset fakta terkait informasi yang diterima. Seperti membaca sumber berita terpercaya, minimal lebih dari satu sumber

Bahkan, sejak zaman Rasullullah SAW, umat muslim selalu melakukan riset sebagai cara tabayyun. Merujuk pada isi Alquran misalnya, selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kelangsungan hidup manusia. Lebih lanjut  lagi, Alquran secara tersurat dan tersirat menekankan kepada muslim untuk membuat rencana hidup yang matang dalam melakukan apapun. Selalu mengedepankan berpikir sebelum bertindak, baik dalam skala besar maupun kecil dalam kehidupan.

Keutamaan Menyambung Tali Silaturahmi

Keutamaan Menyambung Tali Silaturahmi

Keutamaan Menyambung Tali Silaturahmi – Silaturahmi adalah salah satu amalan umat Muslim untuk menyambung tali persaudaraan. Silaturahmi dalam Islam bukan hanya sebuah tradisi melainkan sunnah sesuai ajaran nabi. Biasanya berkumpul dan bersama keluarga adalah pemandangan yang sering terlihat saat bersilaturahmi.

Keutamaan Menyambung Tali Silaturahmi – Banyak cara untuk menyambung tali silaturahmi. Misalnya dengan cara saling berziarah (berkunjung), saling memberi hadiah, atau dengan pemberian yang lain. Sambunglah silaturahmi itu dengan berlemah lembut, berkasih sayang, wajah berseri, memuliakan, dan dengan segala hal yang sudah dikenal manusia dalam membangun silaturahmi. Dengan silaturahmi, pahala yang besar akan diproleh dari Allah Azza wa Jalla. Silaturahim menyebabkan seseorang bisa masuk ke dalam surga. Silaturahim juga menyebabkan seorang hamba tidak akan putus hubungan dengan Allah di dunia dan akhirat.

Menjalin silaturahmi antar sesama manusia sangat dianjurkan, karena  merupakan salah satu bentuk ibadah yang sangat disukai Allah SWT. Banyak perintah dalam Alquran dan hadist yang menerangkan pentingnya silaturahmi dalam Islam. Untuk itu, wajib bagi kaum muslimin menjaga silaturahmi sebagai bentuk ketaatan kepada Allah.

Dalam hadist Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maha hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi.”(H.R. Bukhari & Muslim).

Selain hadits di atas, Allah SWT juga menerangkan dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 1, bahwa orang yang menyambung silaturahmi termasuk golongan orang yang bertakwa. Alllah SWT berfirman:

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kamu kepada Tuhan-Mu yang telah menciptakan kamu dari nafs yang satu (Adam), dan darinya Allah menciptakan pasangannya (Hawa), dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan menggunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (QS. An-Nisa:1).

Ada banyak keutamaan dalam menjalin silaturahmi. Keutamaan silaturahmi adalah sebagai berikut.

  1. Melapangkan Rezeki

Keutamaan silaturahmi yang pertama adalah melapangkan rezeki. Ada kalanya seseorang mengalami kesulitan dalam mencari rezeki. Mudah bagi Allah memberikan rezeki bagi hambanya bahkan dari arah yang tidak diduga-duga.

Rasulullah menyampaikan dalam sebuah hadits, salah satu manfaat silaturahmi dalam Islam adalah melapangkan rezeki. Dalam hadist tersebut Rasulullah SAW bersabda.

“Barangsiapa ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi.” (H.R Bukhari & Muslim).

  1. Memperpanjang Umur

Setiap manusia tentu ingin diberikan umur yang panjang. Sebab, dengan panjangnya umur akan memperbanyak kesempatan untuk berbuat kebaikan.

Manusia juga tempatnya salah dan lupa. Maka dari itu, dengan umur yang panjang akan memiliki kesempatan untuk bertaubat atas dosa-dosa yang telah lalu.

  1. Menghilangkan Perselisihan

Keutamaan silaturahmi selanjutnya adalah menghilangkan perselisihan. Seringkali perselisihan antar saudara maupun kerabat terjadi, bisa karena perbedaan pilihan, prinsip atau bahkan masalah ekonomi. Meski demikian, Allah melarang untuk memutuskan hubungan tali silaturahmi.

Salah satu bentuk hikmah silaturahmi dalam Islam adalah dapat menghilangkan perselisihan yang sedang terjadi. Dengan saling bertegur sapa, bukan tidak mungkin masalah dapat diselesaikan dengan baik-baik.

  1. Mendapatkan Rahmat

Mencari rahmat Allah adalah bentuk usaha umat Muslim untuk mendapatkan tempat terbaik di yaummul akhir. Salah satu amalan yang paling mudah agar mendapat rahmat Allah adalah dengan menyambung tali silaturahmi.

  1. Menjaukan diri dari ancaman neraka

Keutamaan silaturahmi berikutnya ialah dijauhkan dari neraka. Seorang Muslim yang menjalin kembali tali silaturahmi akan dijauhkan dari neraka. Sebagaimana dijelaskan dalam  hadis berikut ini.

“Tidak akan masuk surga orang yang suka memutuskan tali persaudaraan.”(HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Muhammad Jubair bin Muth’im r.a)

Oleh karena itu, tetap sambungkanlah tali silaturahmi. Berhati-hatilah dari memutuskannya. Masing-masing kita akan datang menghadap Allah dengan membawa pahala bagi orang yang menyambung tali silaturahmi. Atau ia menghadap dengan membawa dosa bagi orang yang memutus tali silaturahmi. Marilah kita memohon ampun kepada Allah Ta’ala, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Cara Mengatasi Hati Gelisah Dalam Islam

Cara Mengatasi Hati Gelisah Dalam Islam

Cara Mengatasi Hati Gelisah Dalam Islam – Salah satu yang penting sekali dari semua kejadian adalah hati yang akan tentram dengan mengingat Allah SWT. Apapun pikiran yang didominani kepada dunia dan tidak dikaitkan dengan pemiliknya, Allah SWT pasti kita mendapat teguran berupa hati yang gelisah.

Cara Mengatasi Hati Gelisah Dalam Islam – Hati yang gelisah merupakan bukan suatu hal yang buruk. Allah SWT memberikan alarm dengan hati gelisah pasti ada alasannya. Alasan Allah SWT jika manusia mengalami gelisah hati itu tandanya Allah SWT sangat rindu dan ingin hamba-Nya bisa mengingat-Nya kembali.

Sebagai seorang manusia, sudah sewajarnya jika kita pernah merasakan hati dan pikiran yang gelisah. Bukan hanya kita yang manusia biasa, bahkan seorang rasul pun pasti pernah mengalami hal ini. Namun hati dan pikiran yang gelisah tidak boleh terlalu lama dibiarkan karena dapat mengikis keimanan.

Maka dari itu, berikut ini beberapa cara mengatasi hati dan pikiran yang gelisah sesuai dengan ajaran Islam:

  1. Sabar

Tidak ada cara terbaik dalam menyelesaikan sebuah masalah selain dengan kesabaran.

“Dari Ummu Al-Ala’, dia berkata :”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk-ku tatkala aku sedang sakit, lalu beliau berkata. ‘Gembirakanlah wahai Ummu Al-Ala’. Sesungguhnya sakitnya orang Muslim itu membuat Allah menghilangkan kesalahan-kesalahan, sebagaimana api yang menghilangkan kotoran emas dan perak’

Allah juga berfirman,

“Dan, orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. [Al-Baqarah : 177]

  1. Shalat

Tidak ada hal terbaik yang bisa dilakukan ketika ada masalah selain dengan sholat.

“Minta tolonglah kalian dengan sabar dan shalat” (QS.Al-Baqarah: 153).

  1. Meminta pertolongan lewat doa

Kekuatan terbesar seorang mukmin adalah doa. Maka dari itu, perbanyaklah doa agar mendapatkan kemudahan dari Allah SWT.

Allah Ta’ala berfirman:

Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (QS. Al-An’am: 17).

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

“Keadaan paling dekat seorang hamba dari Rabbnya adalah ketika dia sujud. Maka perbanyaklah doa (saat sujud)” (HR. Muslim).

  1. Husnudzhon pada Allah

Cara menenangkan hati dan pikiran yang gelisah selanjutnya adalah dengan selalu berprasangka baik kepada Allah SWT. Ingatlah bahwa setiap keputusan yang diberikan Allah adalah hal yang paling baik untuk kita. Mungkin kita menginginkan sesuatu padahal buruk untuk kita, maka dengan Allah menjauhkan kita dari keinginan tersebut, kita akan selamat. Hanya Allah yang tahu jalan terbaik bagi hambaNya.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku tergantung persangkaan hamba-Ku kepada-Ku’.”

Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dari Watsilah bin Asqa’ radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Allah Azza wa Jalla berfirman, “Aku tergantung persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Silahkan dia bersangka keapdaku dengan apa yang ia inginkan.”

  1. Berwudhu

Jika hati dan pikiran tidak tenang, maka segeralah berwudhu. Wudhu akan membantu menenangkan hati dan pikiran yang gelisah.

Dari Athiyyah as-Sa’di Radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah bersabda:

Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu. ( Syaikh Bin Bâz rahimahullah menilai hadits ini sanadnya jayyid)

  1. Zikir

Zikir adalah mengingat Allah. Dengan memperbanyak zikir, maka kita akan lebih sering mengingat Allah. Hati dan pikiran pun akan jauh lebih tenang.

Allah berfirman,

“Maka ingatlah pada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian.” (QS. Al Baqarah: 152).

  1. Membaca Al Quran

Selain dengan solat dan zikir, cara lain untuk menenangkan hati dan pikiran yang gelisah adalah dengan membaca Al Quran. Kalam Allah akan mampu menyejukkan hati kita yang sedang gelisah. Allah berfirman,

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (al-Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al-Kitab (al-Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan al-Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengannya siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syura [26]: 52)

  1. Selalu bersyukur

Tidak ada manusia yang tidak pernah merasakan sebuah masalah. Namun hendaknya kita selalu bersyukur karena nikmat yang diberikan Allah jauh lebih banyak dibandingkan dengan kegelisahan yang kita rasakan. Bahkan mungkin orang di luar sana memiliki masalah yang jauh lebih berat dibandingkan dengan masalah kita.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Lihatlah kepada orang-orang yang lebih rendah daripada kalian, dan janganlah kalian melihat kepada orang-orang yang berada di atas kalian, karena yang demikian itu lebih patut bagi kalian, supaya kalian tidak meremehkan nikmat Allâh yang telah dianugerahkan kepada kalian.”

Semoga kita selalu diberikan keimanan dan kedamaian agar lebih khusyu dalam beribadah. Aamiin

Dunia ini Hanya Permainan

Dunia ini Hanya Permainan

Dunia ini Hanya Permainan – Sejak 14 abad lalu, Nabi Muhammad telah mengingatkan manusia bahwa dunia hanyalah tempat tinggal sementara. Banyak ayat dalam Al-Qur’an menyebut kehidupan dunia adalah permainan dan senda gurau belaka. Salah satunya diabadikan dalam Surah Al-An’am berikut: “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (Al-An’am Ayat 32) Ini Jawaban Alqur’an Di ayat lain, Allah berfirman: “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan jika mereka mengetahui.” (QS Al-Ankabut Ayat 64)

Dunia ini Hanya Permainan – Allah dan Rasulnya selalu menggambarkan dunia itu sesuatu yang hina, bukan sesuatu yang sifatnya besar. Dunia itu bagaikan bangkai kambing. Diriwayatkan dari sahabat mulia Jabir radhiyallahu ‘anhu. Ketika Nabi Muhammad berjalan melewati pasar kemudian banyak orang berada di dekat Beliau. Lalu Nabi Muhammad melewati bangkai anak kambing jantan yang kedua telinganya kecil. Sambil memegang telinganya, Beliau Nabi Muhammad bersabda: “Siapa di antara kalian yang berkenan membeli ini seharga satu dirham?” Orang-orang berkata, “Kami sama sekali tidak tertarik kepadanya. Apa yang bisa kami perbuat dengannya?” Beliau bersabda: “Apakah kalian mau jika ini menjadi milik kalian?” Orang-orang berkata, “Demi Allah, kalau anak kambing jantan ini hidup, pasti ia cacat, karena kedua telinganya kecil, apalagi ia telah mati?” Kemudian Nabi Muhammad bersabda: “Demi Allah, sungguh, dunia itu lebih hina bagi Allah daripada bangkai anak kambing ini bagi kalian.” “Jangan biarkan harta dan dunia menjadi ‘tuan’ dalam hidup kita. Biarkan ilmu menjadi tuannya. Harta hanya di bawah telapak kaki, paling mulia ada di genggaman tangan.

Dunia ini Hanya Permainan – Dari Zain bin Tsabit (seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam), beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Siapa yang dunia menjadi keinginan terbesar dihatinya, maka Allah akan cerai-beraikan urusannya. Dan Allah jadikan kefakiran diantara kedua matanya. Dan dunia tidak mendatanginya kecuali yang dituliskan saja untuknya. Dan siapa yang akhirat itu menjadi niat utamanya (keinginan terbesar di hatinya akhirat), Allah akan kumpulkan urusannya untuknya, dan Allah akan jadikan kekayaan di hatinya dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan dunia itu hina di matanya.” (HR. Ibnu Majah)

Hadist ini mengetuk pintu-pintu orang yang dunia itu menjadi sesuatu yang besar di hatinya. Karena sudah kita ketahui, Allah dan Rasulnya selalu menggambarkan dunia itu sesuatu yang hina, bahkan lebih hina daripada bangkai kambing. Dalam hadits yang lain Rasulullah mengumpamakan dunia itu bagaikan kotoran manusia. Bahkan, Rasulullah menyebutkan bahwa sayap nyamuk lebih berharga daripada dunia.

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mencela orang yang keinginan terbesar di hatinya itu ada dunia. Keinginan terbesar dia adalah dunia, dunia, dan dunia. Apa yang terjadi dengan orang seperti ini? Allah akan cerai-beraikan urusannya. Apa maksudnya Allah cerai-beraikan urusannya? Artinya Allah cerai-beraikan kekuatan dia. Orang yang dunia adalah yang terbesar di hatinya, pasti akan menjadi orang yang mudah putus asa ketika ditimpa musibah.

Orang yang menjadikan dunia sebagai urusannya, hatinya akan penuh dengan penyakit-penyakit hati seperti cinta dunia yang berlebihan, penyakit dengki, demikian pula rakus, bahkan sampai tingkat menghalalkan yang haram demi untuk mendapatkan dunia.

Orang yang terbesar di hatinya adalah dunia, sulit sekali dia untuk ikhlas. Dia akan ikhlas jika ternyata ada kepentingan dunia, itupun juga ikhlasnya bukan karena Allah, tapi ada niat yang kedua. Ketika dia shalat, niat terbesar dia dari perbuatan shalat supaya dapat dunia. Bukan tidak boleh kita meminta dunia, karena meminta dunia dalam berdoa diperbolehkan. Bedakan antara niat beribadah dengan berdoa.

Kalau kita berdoa meminta kepada Allah dunia, silahkan. Tapi kalau kita berniat ibadah motivasi terbesar kita dari shalat kita, dari shalat kita adalah dunia, maka ini yang tercela. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengancam orang yang menginginkan dunia dari amal shalihnya. Allah berfiirman dalam surat Hud ayat 15-16:

“Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, Kami akan berikan apa yang dia inginkan dari amalannya tersebut tanpa dikurangi. (Tapi apa alasan buat dia di akhirat?) Mereka itu orang-orang yang tidak mendapatkan apapun dalam kehidupan akhirat kecuali api neraka. Dan batal apa yang mereka lakukan dan sia-sia perbuatan mereka.” (QS. Hud [11]: 15-16)

orang yang beramal shalih tujuannya karena berharap dunia, keinginan terbesar di hatinya adalah dunia, Allah menyebutkan di akhirat dia tidak mendapatkan apapun kecuali api neraka. Sia-sia perbuatannya.

Bukan berarti kita tidak boleh berdoa minta dunia, doa bedakan dengan niat dari beribadah. Berdoa memang tempatnya meminta. Itupun Allah mencela orang-orang yang berdoa yang isinya 100% hanya dunia. Allah berfirman:

“Diantara manusia adayang berdoa, ‘Wahai Rabb kami, berikan kepada kami dunia’, sementara akhirat tidak ada bagian dalam doanya tersebut.” (QS. Al-Baqarah [2]: 200)

Kata Ibnu Jarir Ath-Thabari, ayat ini mencela orang-orang Musyrikin Quraisy yang mereka setelah haji berdoa kepada Allah hanya meminta dunia saja. Lalu Allah menyebutkan doanya kaum mukminin:

Itulah doa yang dipuji oleh Allah.

Sementara banyak diantara kita ternyata isi doanya dunia 100%. Sudah begitu menjadikan niat ibadahnya pun juga mendapatkan dunia. Saking dunia itu betul-betul telah berakar dihatinya. Saking dunia itu menjadi yang terbesar dihatinya. Maka Rasulullah mengatakan, “Siapa yang menjadikan dunia keinginannya yang terbesar, Allah akan cerai-beraikan urusannya.”

Dia tidak akan merasa qana’ah, tidak akan merasa puas dengan yang Allah berikan kepada dia. Tidak ada dihatinya qana’ah. Dia selalu merasa kurang, sudah diberikan oleh Allah uang yang banyak, kekayaan yang banyak, tapi dia tidak pernah merasa puas dengan apa yang Allah berikan.

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Siapa yang akhirat itu menjadi niat utamanya.” Artinya seseorang keinginan terbesarnya adalah akhirat. Dia memandang dunia itu hina, dia memandang dunia itu sesuatu yang rendah. Dihatinya akhirat segala-galanya, dia mengharapkan surga Allah, dia takut dari neraka Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena dia sadar di dunia tidak akan lama, pasti kembali kepada Allah dan kembali kepada kehidupan akhirat.

Mengendalikan Marah Dalam Islam

Mengendalikan Marah Dalam Islam

Mengendalikan Marah Dalam Islam – Manusia adalah makhluk yang memiliki emosi di dalam dirinya. Ada banyak jenis emosi yang bisa mempengaruhi bagaimana cara manusia menjalani hidupnya dan berinteraksi dengan orang lain. Tak jarang, manusia seringkali dikuasai oleh emosinya sendiri, padahal seharusnya manusialah yang mengontrol emosi-emosi tersebut. Emosi sangat mempengaruhi kehidupan manusia, mulai dari pilihan yang kita buat, tindakan yang kita ambil dan semua persepsi yang kita miliki terhadap sesuatu.

Mengendalikan Marah Dalam Islam – Salah satu senjata setan untuk membinasakan manusia adalah dengan marah. Dengan cara ini, setan bisa dengan sangat mudah mengendalikan manusia. Karena marah, orang bisa dengan mudah mengucapkan kalimat kekafiran, menggugat takdir, ngomong jorok, mencaci habis, bahkan sampai kalimat cerai yang membubarkan rumah tangganya.

Karena marah pula, manusia bisa merusak semua yang ada di sekitarnya. Dia bisa banting piring, lempar gelas, pukul kanan-pukul kiri, bahkan sampai tindak pembunuhan. Di saat itulah, misi setan untuk merusak menusia tercapai.

Tentu saja, permsalahannya tidak selesai sampai di sini. Masih ada yang namanya balas dendam dari pihak yang dimarahi. Anda bisa bayangkan, betapa banyak kerusakan yang ditimbulkan karena marah.

Menyadari hal ini, Islam sangat menekankan kepada umat manusia untuk berhati-hati ketika emosi. Banyak motivasi yang diberikan Rasulullah SWT agar manusia tidak mudah terpancing emosi. “Jangan marah, bagimu surga.” (HR. Thabrani)

Mengendalikan Marah Dalam Islam – Emosi marah memang tidak dapat dihilangkan dalam diri manusia. Hal ini adalah sebuah naluriah manusia. Menurut Al-Ghazali, ada dua cara mengendalikan amarah. Yang pertama adalah tidak menuruti amarah, kecuali hanya pada persoalan yang tidak dilarang dalam agama dan tidak bertentangan dengan akal sehat manusia. Latihan ini bisa dilakukan dengan memaksakan diri sendiri dan melakukannya terus menerus sampai seseorang itu mengampuni dirinya sendiri. Dengan begitu manusia harus melatih atau melemahkan potensi amarah dalam dirinya sehingga, ketika emosi marah itu muncul, tidak akan terlalu berlebihan dan tidak sampai menyakiti orang lain.

Yang kedua adalah latihan dengan merenungkan bahwa manusia semuanya akan berakhir di dalam kubur. Dengan selalu merenungkan hal itu, manusia akan menjadi lebih zuhud di dunia. Ada baiknya kita selalu menyibukan pikiran dan hati kita dengan hal-hal yang positif, sehingga emosi marah sudah tidak punya tempat lagi di hati kita. Di dalam Al-Quran juga dijelaskan bahwa menahan amarah lebih baik dibandingkan membalasnya. Hal ini terdapat dalam surat An-nahl ayat 126-127 yang berbunyi:

وَاِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوْا بِمِثْلِ مَا عُوْقِبْتُمْ بِهٖۗ وَلَىِٕنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِّلصّٰبِرِيْنَ

“Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang yang sabar.”

وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ اِلَّا بِاللّٰهِ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِيْ ضَيْقٍ مِّمَّا يَمْكُرُوْنَ

“Dan bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allah dan janganlah engkau bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan jangan (pula) bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka rencanakan.”

Agar kita tidak terjerumus ke dalam dosa yang lebih besar, ada beberapa cara mengendalikan emosi yang diajarkan dalam Al-Quran dan Sunah. Yakni:

  1. Segera memohon perlindungan Allah SWT dari godaan setan, dengan membaca ta’awudz: A‘UDZU BILLAHI MINAS SYAITHANIR RAJIIM

Karena sumber marah adalah setan, sehingga godaannya bisa diredam dengan memohon perlindungan kepada Allah SWT. Dari sahabat Sulaiman bin Surd radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan, Suatu hari saya duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu ada dua orang yang saling memaki. Salah satunya telah merah wajahnya dan urat lehernya memuncak. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat, jika dibaca oleh orang ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta’awudz: A’-uudzu billahi minas syaithanir rajiim, marahnya akan hilang.” (HR. Bukhari dan Muslim)

  1. Diam dan menjaga lisan.

Bawaan orang marah adalah berbicara tanpa aturan. Sehingga bisa jadi dia bicara sesuatu yang mengundang murka Allah SWT. Karena itulah, diam merupakan cara mujarab untuk menghindari timbulnya dosa yang lebih besar. Di saat kesadaran kita berkurang, di saat nurani kita tertutup nafsu, jaga lisan baik-baik, jangan sampai lidah tak bertulang ini, menjerumuskan Anda ke dasar neraka. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad)

  1. Mengambil posisi lebih rendah. Kecenderungan orang marah adalah ingin selalu lebih tinggi, dan lebih tinggi. Semakin dituruti, dia semakin ingin lebih tinggi. Dengan posisi lebih tinggi, dia bisa melampiaskan amarahnya sepuasnya. Karena itulah, Rasulullah SAW memberikan saran sebaliknya. Agar marah ini diredam dengan mengambil posisi yang lebih rendah dan lebih rendah. Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan, “Apabila kalian marah, dan dia dalam posisi berdiri, hendaknya dia duduk. Karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang, hendak dia mengambil posisi tidur.” (HR. Ahmad)
  2. Ingatlah hadis ini ketika marah. Dari Muadz bin Anas Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang berusaha menahan amarahnya, padahal dia mampu meluapkannya, maka dia akan Allah panggil di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat, sampai Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang dia kehendaki. (HR. Abu Daud dan Turmudzi)

Subhanallah, siapa yang tidak bangga ketika dia dipanggil oleh Allah SWT di hadapan semua makhluk pada hari kiamat, untuk menerima balasan yang besar? Semua manusia dan jin menyaksikan orang ini, maju di hadapan mereka untuk menerima pahala yang besar dari Allah SWT. Pahala ini Allah SWT berikan kepada orang yang hanya sebatas menahan emosi dan tidak melampiaskan marahnya. Bisa kita bayangkan, betapa besar pahalanya, ketika yang dia lakukan tidak hanya menahan emosi, tapi juga memaafkan kesalahan orang tersebut dan bahwa membalasnya dengan kebaikan.

Satu lagi hadis yang bisa Anda ingat ketika marah, agar bisa meredakan emosi Anda: Dari Ibnu Umar, “Siapa yang menahan emosinya maka Allah akan tutupi kekurangannya. Siapa yang menahan marah, padahal jika dia mau, dia mampu melampiaskannya, maka Allah akan penuhi hatinya dengan keridhaan pada hari kiamat.” (Diriwayatkan Ibnu Abi Dunya dalam Qadha Al-Hawaij, dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

Ya, tapi yang sulit bukan hanya itu. Ada satu keadaan yang jauh lebih sulit untuk disuasanakan sebelum itu, yaitu mengkondisikan diri kita ketika marah untuk mengingat balasan besar dalam hadis di atas. Umumnya orang yang emosi lupa segalanya. Sehingga kecil peluang untuk bisa mengingat balasan yang Allah SWT berikan bagi orang yang bisa menahan emosi. Yang penting, Anda jangan berputus asa, karena semua bisa dilatih. Belajarlah untuk mengingat peringatan Allah SWT, dan ikuti serta laksanakan. Bisa juga Anda minta bantuan orang di sekitar Anda, Agar mereka segera mengingatkan Anda dengan janji-janji di atas, ketika Anda sedang marah.

  1. Selain meredam emosi, ada baiknya untuk coba mengambil air wudhu. Air wudhu selain berfungsi untuk membersihkan diri juga memiliki manfaat untuk membersihkan hati. Ketika mengambil air wudhu, bisa saja kita lupa dengan hal-hal buruk yang ingin kita lakukan ketika sedang marah. Emosi marah merupakan sifat setan, setan berasal dari api. Untuk meredakan api hendaknya basuh dengan air, yaitu air wudhu. Hal ini sesuai dengan hadits nabi yang berbunyi:

Dari Urwah As-Sa’di radhiyallahu ‘anhu, yang mengatakan, “Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaknya dia berwudhu.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Meraih Kebahagiaan Dengan Sedekah

Meraih Kebahagiaan Dengan Sedekah

Meraih Kebahagiaan Dengan Sedekah – Dalam tatanan masyarakat, ibadah sosial seperti zakat dan sedekah memiliki banyak manfaat dibandingkan dengan ibadah individual, karena kemanfaatannya dapat dirasakan oleh orang lain. Maka dari itu ibadah sosial memiliki banyak pahala dari pada ibadah yang bersifat individual. Sedekah termasuk ibadah sosial. Terdapat ayat dalam Al Quran yang menjelaskan tentang keutamaan sedekah. Al Quran memberikan porsi yang lebih terhadap sedekah, karena sedekah adalah sesuatu yang dianggap penting dalam kehidupan sosial kemasyarakatan maupun dalam keagamaan.

Meraih Kebahagiaan Dengan Sedekah – Bersedekah akan sangat mungkin terjadi suatu keseimbangan antara orang yang kaya dan orang yang miskin. Allah berfirman dalam Surat Ali-Imron (3:92) “Kamu sekali-kali tidak sampai kebajikan (yang semupurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai, dan apa saja yang kamu nafkahkan. Maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. Ayat tersebut menjelaskan bahwa kita sebagai umat muslim hendaknya menyedekahkan sebagian harta kita kepada orang lain. Akan tetapi perlu diketahui bahwa sedekah tidak mesti soal harta saja, namun bisa juga dengan berbuat baik kepada sesama, itu sudah termasuk sedekah. Mengingat bahwa sedekah merupakan ibadah yang bersifat sosial, Senyum itu pun adalah sedekah.

Sedekah itu merupakan pemberian seorang muslim secara sukarela dan ikhlas. Dengan itu seorang muslim yang sadar akan tanggung jawab agama dan tanggung jawab sosial, selayaknya kita dituntut untuk melaksanakan ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Antara ibadah individual dan ibadah sosial harus seimbang. Dengan bersedekah dapat mengimbangi ibadah sholat kita.

Di dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda “Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api.” (HR. Tirmidzi, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi, 614). Sedekah juga dapat menciptakan ketenangan hati, sebab hati akan terasa lebih tenang dan lapang karena beban-beban terangkat dan digantikan rasa senang karena telah membantu sesama dengan niat mendapat keridhaan Allah SWT.

Selain membantu sesama, ternyata terdapat banyak manfaat yang bisa didapatkan oleh orang-orang yang bersedekah, diantaranya adalah keberkahan umur dan rizki sebab dengan ke-ikhlasan sedekah yang kita berikan Allah SWT sudah menjanjikan balasan rezeki yang berlipat ganda baik dalam bentuk uang atau rezeki lainnya yang tidak bisa dinilai dengan materi. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur`an surat Al-Baqarah ayat 245 : “Barang siapa yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya dijalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan.”

Sedekah merupakan aktivitas yang sangat mulia, selain merupakan tanda syukur kita kepada Alloh SWT, sedekah juga merupakan wujud eksistensi kita sebagai makhluk sosial di muka bumi ini. Sedekah bukan hanya berupa harta benda namun juga bisa berupa materi, ilmu pengetahuan, informasi dan lainnya dalam hal apapun selama masih dalam koridor agama dan tidak melanggar norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

Berbagi dalam Pandangan Islam.

Bagi umat Islam sedekah adalah salah satu cara untuk meraih rahmat dan ridho Allah SWT. “Ketika kita bersedekah, selain mendapatkan rahmat dan ridho-Nya maka Allah SWT juga memberikan ganjaran pahala minimal 10 kali lipat atau 700 kali lipat atau bahkan tidak terhingga tergantung keikhlasan dan kewenangan Allah SWT

”Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah (bersedekah) adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran).” (Al-Baqarah [2] : 261)

“Barangsiapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya. Dan barangsiapa berbuat kejahatan dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikitpun tidak dirugikan (dizalimi).” (QS. Al-An’am [6]:160)

“Siapa yang mau memberi pinjaman kepada Allah suatu pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah [2] : 245)

Kemuliaan Manusia Dibandingkan Makhluk Lainnya

Kemuliaan Manusia Dibandingkan Makhluk Lainnya

Kemuliaan Manusia Dibandingkan Makhluk Lainnya – Meskipun manusia adalah makhluk yang tidak sempurna dan penuh kesalahan, namun Islam mengategorikan manusia sebagai makhluk paling mulia di muka bumi, serta lebih tinggi derajatnya dibandingkan makhluk-makhluk Allah SWT lainnya.

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” QS. Al-Isra (17) : 70

Kemuliaan Manusia Dibandingkan Makhluk Lainnya – Kemuliaan derajat manusia ini karena ia dibekali keistimewaan ilmu pengetahuan, kepandaian bahasa (al-bayan), rasio (akal), serta tamyiz, kemampuan membedakan hal baik dan buruk,

Makhluk-makhluk lainnya, seperti binatang tidak memiliki kemampuan kompleks di atas, bahkan malaikat pun dianggap lebih rendah posisinya dibandingkan manusia. Sebab, malaikat tidak bersifat tamyiz. Malaikat hanya patuh pada Allah SWT dan tidak memiliki pilihan untuk melakukan maksiat.

Pilihan dan kesadaran terhadap yang benar (hak) dan yang salah (batil) inilah yang merupakan keistimewaan terbesar pada diri manusia. Namun, jika manusia tidak bisa memanfaatkan keistimewaan ini, maka derajatnya akan direndahkan serendah-rendahnya, bahkan lebih dari binatang. Sementara itu, jika ia berhasil mengendalikan hawa nafsu dan kesadarannya, maka manusia akan memperoleh ganjaran derajat paling tinggi di sisi Allah SWT.

Berikut ini beberapa bukti kemuliaan manusia yang diajarkan Islam beserta dalilnya dalam Al-Quran.

  1. Manusia dikaruniai pengetahuan

Sebagaimana dijabarkan dalam surah Al-Baqarah ayat 30, Allah menyampaikan gagasannya kepada para malaikat bahwasanya ia akan menciptakan manusia. Lantas, para malaikat bertanya kepada Allah SWT, untuk apa ia menciptakan manusia yang akan berbuat kerusakan dan saling menumpahkan darah.

Allah kemudian menyatakan bahwa manusia dikaruniai pengetahuan. Dengan demikian, mereka tidak selamanya akan berbuat kerusakan dan pertumpahan darah, melainkan punya pilihan untuk melakukan kebaikan (memakmurkan bumi) atau menghancurkannya.

Pengetahuan yang dikaruniakan Allah SWT ini dijelaskan dalam ayat berikutnya, terutama ketika Allah mengajarkan ilmu pengetahuan kepada Adam AS. Hal ini merupakan kemuliaan pertama yang membuat manusia lebih unggul dari malaikat.

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama [benda-benda] seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!’,” (QS. Al-Baqarah [2]: 31).

  1. Manusia dikaruniai akal dan pilihan untuk mempertimbangkan perkara baik dan buruk

Sebagaimana disebutkan di atas, malaikat tidak memiliki pilihan sebagaimana manusia. Demikian juga binatang hanya dikendalikan oleh insting sehingga tidak bisa memperhitungkan yang hak dan batil. Sementara, manusia dikaruniai akal untuk mempertimbangkan baik dan buruk atas suatu tindakan atau peristiwa di muka bumi ini.

Hal ini tergambar dalam firman Allah SWT: “Barang siapa menghendaki [untuk menjadi orang beriman] maka berimanlah, dan barang siapa menghendaki [untuk menjadi orang kafir] maka kafirlah,” (QS. Al-Kahfi [18]: 29).

  1. Manusia memiliki fisik yang sangat baik

Allah menciptakan manusia dengan fisik dan anggota tubuh terbaik sesuai fungsi dan kegunaannya. Dengan fisik yang sempurna, manusia dapat melakukan banyak hal yang tak bisa dicapai makhluk-makhluk lain di muka bumi ini. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk [fisik] yang sebaik-baiknya,” (QS. At-Tin [95]: 4).

  1. Manusia adalah khalifah di muka bumi

Berdasarkan kemuliaan manusia yang disebutkan di atas, Allah mengangkat derajat manusia di muka bumi ini sebagai khalifah, sebagai pemimpin yang bertugas untuk memakmurkan semesta. Hal ini tergambar dalam firman Allah SWT: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi,” (QS. Al-Baqarah [2]: 30).

  1. Takwa sebagai indikator kemuliaan

Meskipun manusia adalah makhluk yang mulia di muka bumi ini, namun yang derajat tertinggi di sisi Allah SWT adalah orang yang paling bertakwa di antara manusia itu sendiri. “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal,” (QS. Al Hujurat [49]: 13).

Bersedekah Dengan Ragam Kebaikan

Bersedekah Dengan Ragam Kebaikan

Bersedekah Dengan Ragam Kebaikan – Sedekah bisa kita lakukan dengan beragam cara. Sesuai dengan kondisi, potensi, dan kemampuan yang kita miliki. Bagi siapa saja yang diberi kelebihan harta, maka ia bisa bersedekah dengan materi ataupun non materi. Bagi siapa saja yang diuji dengan kekurangan harta, maka pintu sedekah tidak tertutup baginya. Ia bisa bersedekah dengan beragam cara dan meraih pahala sedekah sebagaimana yang didapatkan oleh orang-orang berharta. Sedekah dengan kebaikan dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah atas karunia-Nya.

Bersedekah Dengan Ragam Kebaikan – Kata sedekah berasal dari bahasa Arab, yaitu shadaqah yang berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap ridha Allah dan pahala semata. Sedekah lebih utama jika diberikan secara diam-diam dibandingkan diberikan secara terang-terangan. Sedekah lebih utama diberikan kepada kaum kerabat atau sanak saudara terdekat sebelum diberikan kepada orang lain.

Berikut ini beberapa cara bersedekah dengan kebaikan yang dapat kita lakukan.

  1. Sedekah dengan hati

Seorang hamba bisa mendapatkan pahala sedekah hanya dengan niatnya yang tulus. Sebagian salaf berkata “Alangkah banyaknya amalan kecil menjadi besar karena niat, dan alangkah banyaknya pula amalan besar menjadi kecil karena niat.” Ya, niat seseorang yang tulus untuk menggunakan harta dalam kebaikan seandainya Allah memberinya, dapat mengantarkan dirinya untuk mendapatkan pahala yang sama dengan orang kaya.

  1. Sedekah dengan lisan

Lisan berpotensi menjadi bagian tubuh terbaik atau terburuk bagi seseorang. Ia akan menjadi anggota tubuh terbaik jika ia berbicara baik. Pun sebaliknya, lisan akan menjadi anggota tubuh terjelek jika ia berbicara buruk. Di antara hal-hal yang dapat menyebabkan lisan seseorang menjadi bengkok ialah menggunjing, mencaci maki, melaknat, mencela, mengadu domba, berdusta, dan menghina.

Adapun cara sedekah dengan lisan antara lain:

Berzikir

Berzikir dapat dilakukan di antaranya dengan membaca tasbih (Subhanallah), tahmid (Alhamdulillah), takbir (Allahu akbar), dan tahlil.

Berkata yang baik

Dengan berkata baik berarti seseorang telah memberikan kebahagiaan kepada orang lain, seperti kebahagiaan saat menerima pemberian. Di antara perkataan yang baik yang termasuk sedekah antara lain:

Amar makruf nahi mungkar. Mengajak yang baik dan mencegah kemungkaran. Meminta anak untuk mengantarkan makanan kepada tetangga adalah amar makruf. Meminta jamaah di masjid agar merapikan barisan adalah amar makruf. Melarang adik-adik kita dari mengganggu orang lain adalah nahi mungkar. Mencegah teman kita dari berduaan dengan seseorang yang bukan mahramnya adalah nahi mungkar.

Mengucapkan salam (Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh) ketika bertemu dengan sesama muslim.

  1. Sedekah dengan perbuatan

Senyum adalah sedekah

Ini sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Senyumanmu kepada saudaramu adalah sedekah.” (HR At-Tirmidzi)

Shalat dan puasa

Sedekah jenis ini termasuk sedekah kepada diri kita sendiri. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Begitu pagi tiba, seluruh persendian salah seorang dari kalian hendaknya bersedekah, dan setiap shalat dan puasa yang dilakukan adalah sedekah baginya…” (HR. Abu Dawud)

Mendamaikan orang dan membantu sesama

Mendamaikan dua orang yang berselisih dan berlaku adil terhadap keduanya adalah sedekah.

Membantu seseorang untuk menaiki kendaraannya adalah sedekah. Mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya juga adalah sedekah.

Menunjukkan alamat kepada orang yang bertanya adalah sedekah. Menunjukkan jalan orang yang pikun atau kurang baik penglihatannya adalah sedekah. Begitu pula menyingkirkan halangan dari jalan adalah sedekah.

Memberikan minum kepada manusia yang kehausan adalah sedekah. Memberikan bantuan air ke daerah-daerah yang kekeringan adalah sedekah, begitu juga memberikan air minum kepada binatang adalah sedekah.

Memberikan pinjaman uang kepada orang yang membutuhkan adalah sedekah. Demikian pula, menangguhkan utang kepada orang yang belum mampu melunasinya adalah sedekah.

Menahan diri dari berbuat jahat

Orang Islam yang baik adalah orang yang tidak mengganggu kaum muslimin lainnya dengan lidah dan tangannya. Disebutkan dalam sebuah hadits:

“Siapakah muslimin yang baik? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Yaitu orang Islam yang kaum muslimin merasa aman dari lidah dan tangannya’.” (HR. Muslim)

Menafkahi keluarga

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya, jika seorang Muslim memberikan nafkah kepada keluarganya dengan mengharap pahala dari Allah, maka yang demikian itu dihitung sebagai sedekah baginya.” (HR. Muslim)

Menanam tanaman

Sedekah dengan menanam tanaman memang ajaib, karena yang dicuri pun akan bernilai sedekah bagi sang penanamnya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tiada seorang Muslim yang menanam tanaman kecuali yang ia makan itu bernilai sedekah, yang dicuri bernilai sedekah, yang dimakan binatang buas bernilai sedekah, dan yang dimakan burung juga bernilai sedekah. Begitu pula yang berkurang karena diminta seseorang juga bernilai sedekah baginya.” (HR. Muslim)

Mengajarkan ilmu

Mengajarkan ilmu yang bermanfaat adalah sedekah, baik dengan menuliskannya dalam sebuah buku maupun menjelaskannya kepada orang lain. Maka dari itu hendaknya setiap muslim senantiasa mau belajar dan juga mengajarkan ilmu yang dipelajarinya kepada orang lain, sebab mengajarkan ilmu yang kita kuasai kepada orang lain termasuk sedekah bagi kita yang pahalanya akan terus mengalir sesudah meninggal nanti.

Semoga beragam cara bersedekah yang dipaparkan di sini dapat memudahkan kita untuk meraih pahala sedekah. Setiap muslim bebas memilih cara bersedekahnya, baik dengan hati, lisan, maupun perbuatan. Semoga Allah selalu menggerakkan hati dan memudahkan langkah kita untuk bersedekah, baik dengan materi maupun non materi.

Baitul Mal di Masa Rasulullah dan Sahabat

Baitul Mal di Masa Rasulullah dan Sahabat

Baitul Mal di Masa Rasulullah dan Sahabat – Baitul mal sudah dikenal sejak tahun ke-2 hijriah pemerintahan Islam di Madinah. Berdirinya lembaga ini diawali dengan cekcok para sahabat Nabi SAW dalam pembagian harta rampasan Perang Badar. Maka, turunlah surat al-Anfal[8]ayat41 Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil. Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Setelah turunnya ayat itu, Rasulullah mendirikan baitul mal yang mengatur setiap harta benda kaum Muslimin, baik itu harta yang keluar maupun yang masuk. Bahkan, Nabi SAW sendiri menyerahkan segala urusan keuangan negara kepada lembaga keuangan ini.

Baitul Mal di Masa Rasulullah dan Sahabat – Sistem pengelolaan baitul mal kala itu masih sangat sederhana. Belum ada kantor resmi, surat menyurat, dokumentasi, dan lain-lain layaknya sebuah lembaga keuangan resmi negara.Harta benda yang masuk langsung habis dibagi-bagikan kepada kaum Muslimin yang berhak mendapatkannya. Atau, dibelanjakan untuk keperluan umum. Oleh karena itu, tidak ditemukan catatan-catatan resmi tentang laporan pemasukan dan pengeluaran baitul mal.

Perbaikan pengelolaan baitul mal terjadi di masa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq RA. Khalifah pertama itu menekankan pentingnya fungsi baitul mal. Sumber-sumbernya berasal dari zakat, zakat fitrah, wakaf, jizyah (pembayaran dari non-Muslim untuk menjamin perlindungan keamanan), kharraj (pajak atas tanah atau hasil tanah), dan lain sebagainya.

Dalam buku Pajak Menurut Syariah, Gusfahmi mengatakan, di tahun kedua kepemimpinannya, Abu Bakar menjalankan fungsi baitul mal secara lebih luas. Baitul mal tidak semata difungsikan untuk menyalurkan harta, tetapi untuk menyimpan kekayaan negara.

Pada masa itu pula ditetapkan gaji untuk khalifah yang diambil dari uang kas negara. Terdapat kisah menarik tentang awal mula penetapan gaji itu. Suatu ketika, Abu Bakar memanggul barang-barang dagangannya ke pasar. Di tengah jalan, sang khalifah bertemu Umar bin Khattab RA.

Umar pun bertanya, “Anda mau ke mana, wahai Khalifah?” “Ke pasar,” jawab Abu Bakar. Kata Umar, “Bagaimana mungkin Anda melakukannya, padahal Anda seorang pemimpin umat Muslim?” Abu Bakar menjawab, “Lalu, dari mana aku akan memberi nafkah keluargaku?” Umar kemudian berkata, “Mari kita pergi kepada Abu Ubaidah (pengelola baitul mal) agar dia menetapkan sesuatu untukmu.”

Sejak saat itu, seorang khalifah mendapatkan gaji yang hanya cukup untuk hidup sederhana, layaknya rakyat biasa. Tetapi, sebelum Abu Bakar meninggal dunia, ia justru berpesan kepada keluarganya untuk mengembalikan uang gaji itu kepada negara sebesar 6.000 dirharn. Umar pun berkata, “Semoga Allah merahmati Abu Bakar. Ia telah membuat orang setelahnya kepayahan.” Maksud Umar, kearifan Abu Bakar telah membuat khalifah setelahnya akan merasa berat mengikuti sikapnya.

Dl zaman tiga khalifah

Ketika Umar menjabat sebagai khalifah, kekayaan negara di baitul mal meningkat tajam. Ia berhasil menaklukkan Kisra (Persia) dan Qaishar (Romawi). Harta kekayaan pun mengalir deras ke Kota Madinah. Pada tahun 16 H, Umar mendirikan kantor baitul mal di Madinah. Ia mengangkat Abdullah bin Irqam sebagai bendahara negara dan Abdurrahman bin Ubaid al-Qari sebagai wakilnya. Ia juga mengangkat juru tulis, menetapkan gaji pegawai pemerintah, dan menganggarkan dana angkatan perang.

Umar sangat hati-hati dalam mengelola uang negara ini. Ibnu Katsir dalam buku al-Bidayah wa an-Nihayah menukil pidato Umar, “Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini selain dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin, serta uang yang cukup untuk kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang Quraisy biasa. Dan aku adalah orang biasa seperti kebanyakan kaum Muslimin.”

Kekayaan negara makin melimpah ketika pemerintahan dipegang oleh Usman bin Affan RA. Selama 12 tahun memimpin umat Islam, Usman berhasil melakukan ekspansi ke Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, Transoxania, dan Tabaristan.

Ia juga sukses membangun armada laut yang kuat di bawah komando Muawiyah. Inilah angkatan laut Islam yang menguasai laut Mediterania. Baitul mal yang dikelola Ustman mampu membiayai angkatan laut tersebut.

Kantor pusat baitul mal kemudian dipindahkan oleh khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib RA, dari Madinah ke Kufah. Ali menganggarkan dana bantuan kepada kaum Muslimin yang membutuhkan. Disebutkan oleh Ibnu Katsir, Ali juga mendapatkan jatah dari baitul mal berupa kain yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separuh kakinya. Dan konon, kain itu banyak tambalan di beberapa bagiannya.

Ketika terjadi perselisihan antara Ali dan Muawiyah, orang-orang dekat Ali menyarankan agar ia mengambil uang dari baitul mal sebagai hadiah bagi orang-orang yang membantunya. Mendengar ini, Ali sangat marah dan berkata, “Apakah kalian memerintahkan aku untuk mencari kemenangan melalui kezaliman?”

Khalifah keempat awal Islam itu menunjukkan bagaimana menangani lembaga keuangan negara dengan penuh amanah. Kekayaan negara yang berasal dari rakyat benar-benar disalurkan untuk kepentingan rakyat. Sikap Ali yang menolak usulan para sahabatnya menunjukkan, kezaliman hanya akan membawa kebangkrutan meskipun secara kasat mata seolah menjadi kemenangan.

Copyright © 2001-2023 Yayasan Yay. Nurul Hayat Surabaya